Siapa yang mendapati tempat lebih dulu -seperti pada shaf pertama-, dialah yang berhak menempatinya. Sehingga tidak boleh ada yang datang belakangan, mengusir orang yang lebih dulu datang, atau mengklaim bahwa itu adalah tempat yang menjadi kebiasaan ia shalat. Padahal tidak boleh menyatakan demikian pada tempat yang masih kosong dan belum ditempati lainnya. Jika kita mengetahui demikian, maka kita akan semangat meraih kebaikan dan berusaha mendapatkan yang terdepan.
Kaedah yang kita angkat kali ini berbunyi,
أحق الناس بها من سبق إليها
“Yang lebih berhak mendapatkan adalah yang lebih dulu meraihnya.” (Syarhul Mumthi’, 5: 98).
Dalil Kaedah
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لاَ يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ، ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ
“Tidak boleh seseorang meminta berdiri orang lain dari majelisnya lalu ia duduk di tempat tersebut.” (HR. Bukhari no. 6269 dan Muslim no. 2177).
Dari Asmar bin Mudhorros, ia berkata bahwa ia pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu membaiat beliau, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَبَقَ إِلَى مَا لَمْ يَسْبِقْهُ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ لَهُ
“Siapa yang lebih dulu mendapatkan sesuatu yang tidak ada seorang muslim yang lebih dulu mendapatinya, maka ia yang lebih berhak mendapatkannya.” (HR. Abu Daud no. 3071. Syaikh Al Albani dan Syaikh Al Hafizh Abu Thohir mendho’ifkan hadits ini). Hadits ini walaupun dho’if, namun maknanya benar sebagaimana didukung oleh hadits sebelumnya. Dalam Syarhul Mumthi’ (4: 279), Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hadits ini umum meliputi segala sesuatu yang seseorang lebih dulu mendapatkannya, maka orang seperti inilah yang berhak menempatinya (memilikinya).”
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
“Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan hadits Abu Hurairah di atas, “Siapa yang terdepan mendapatkan shaf, maka dialah yang lebih berhak. Tidak ada selain dirinya lagi yang lebih berhak.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 5: 107).
Penerapan Kaedah
1- Jika datang anak kecil lebih dahulu di shaf pertama atau mendapati suatu tempat di Roudhoh (di Masjid Nabawi), maka tidak boleh yang datang telat mengusirnya. Karena kaedah mengatakan, “Siapa yang mendapati suatu tempat lebih dulu, dialah yang berhak menempatinya.”
2- Tidak boleh bagi seorang muslim sengaja memblok suatu tempat di masjid dan mengklaim bahwa itu adalah tempat yang menjadi kebiasaan ia shalat. Jika ia telat dan tempat tersebut sudah ditempati lainnya, maka yang lebih dulu, itulah yang lebih berhak.
3- Kaedah ini berlaku pula ketika berada di Masjidil Haram, yang berhak menempati suatu tempat adalah yang mendapatinya terlebih dahulu.
Jangan lupa membaca artikel Rumaysho.com: Berlomba-lomba di Shaf Pertama.
Kaedah di atas dikecualikan bagi yang biasa memberi fatwa, membacakan Al Qur’an, atau menyampaikan ilmu agama lainnya di masjid. Orang seperti ini lebih berhak daripada yang lainnya jika sudah dimaklumi hal itu. Sebagaimana hal ini disetujui oleh Imam Syafi’i rahimahullah.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah pada kebaikan.
Referensi:
Al Qowa’id wadh Dhowabith Al Fiqhiyyah ‘inda Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Turkiy bin ‘Abdillah bin Sholih Al Maiman, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1430 H, 2: 550-556.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar